Qiraah Diniyah atau bacaan diniyah memiliki keindahan yang tidak bisa disandingkan dengan bacaan selainnya. Tilawah Al-Quran sebagai qiraah diniyah paling agung memiliki keindahan yang paling memesona.
Ketika hamba membacanya sedikit saja, muncul rasa cinta dan rahmah. Allah ta’ala mengajak hamba berbicara sebagai rahmat bagi mereka. Memanggil hamba dengan “Ya ayuhal insan”, “ya ayuhannas”, “ya ayuhalladzinamanu”, “ya ayuha ‘ibadi”.
Ayahanda Syeikh Umar Mahmud hafizhahullah mengelist keindahan qiraah diniyah tilawatul quran yang kami rangkumkan sebagai berikut:
- Keindahannya sebagai bacaan ujian dan bala. Yaitu
- Ujian posisi hamba yang wajib melepaskan diri dari kesombongan dan ketertipuan.
- Ujian akal untuk membebaskan diri dari kesesatan dan khurafat.
- Ujian bagi ibadah.
- Ujian bagi iradah, apakah hamba melakukan amal ketaatan atau terpenjara dalam syahwat dan hawa nafsu.
- Sebagai bacaan berpahala. Setiap membacanya artinya pembaca sedang membangun istana di alam ghaib. Dengan membacanya ia sedang terbang menuju rumah yang dibangunnya di alam ghaib berharap bisa menghuninya.
- Sebagai bacaan pernyataan diri koneksivitas yaitu;
- Koneksi dengan Allah.
- Koneksi dengan kebaikan sepanjang sejarah manusia dari Adam sampai Muhammad saw, kemudian berlanjut pada sahabat Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali dan ribuan manusia lainnya.
- Koneksi pergulatan antara al-haq versus al-batil, antara jundullah versus jundusyaitan.
- Sebagai bacaan menghadirkan malaikat dari alam ghaib yang menyertai pembaca, mendengar bacaan dan mendekatinya.
- Sebagai bacaan iman, yaitu meliputi seluruh poin di atas.
Karena keindahan qiraatul Quran, ia menjadi kehidupan, kethahiran (kesucian), dan juga cahaya. Karena menjadi kehidupan maka harus ada kehidupan terlebih dahulu, karena dia menjadi cahaya harus ada cahaya terlebih dahulu dan karena dia menthahirkan maka harus dalam keadaan thahir lebih dahulu.
Semua tersebut dimulai dari wudhu. Menurut mazhab Syafii, haram orang yang berhadats kecil apalagi besar untuk menyentuh Al-Quran secara langsung atau tak langsung. Wajib baginya dalam keadaan thahir untuk menyentuh Al-Quran. Air wudhu itu seperti pengangkut. Bak alat transportasi yang mengangkut sisi lahiriyah maupun batiniyah.
Sisi lahiriyah yang dibawa air wudhu adalah rasa sadar atau kesadaran dari kelalaian. Badan siap untuk menyelami keindahan ibadah membaca Al-Quran, ruh dan jasad dihidupkan. Sedang sisi batiniyah yaitu air wudhu mengangkut dosa-dosa dan membuangnya melalui tetesan air sampai tetesan air terakhir yang jatuh dari tubuh. Setelah membasuh kaki sampai mata kaki ditutup dengan dzikir dengannya terbuka seluruh pintu janah, munculah sinar cahaya.
Zen Ibrahim
9 Dzulhijah 1443 H